Minggu, 21 Mei 2017
Peran Warga Rantau di Luar Negeri demi Kuliner Indonesia
Memiliki keragaman jenis rempah dan bahan baku, Indonesia sepatutnya bisa memberi warna sendiri di kuliner dunia. Namun sayangnya, taring kuliner Indonesia seolah masih tumpul dan berjaya di negerinya sendiri.
Indonesia seharusnya patut bangga karena makanannya memiliki ciri khas rempah yang tak dimiliki makanan negara lainnya. Kekhasan dan keautentikan makanan inilah yang menjadi modal utama kuliner Indonesia bisa mendunia.
Namun untuk mewujudkan impian makanan Indonesia bisa diterima dunia seperti halnya makanan Jepang, Thailand, dan Vietnam, semua pihak terkait harus bisa bergandengan tangan mengusung satu visi dan misi. Menduniakan kuliner Indonesia bukan cuma tugas pemerintah pusat Indonesia ataupun KBRI. Masyarakat dan juga diaspora atau warga Indonesia perantauan juga punya tugas besar untuk memperkenalkan makanan Indonesia.
Fitri Riyanti, Kuasa Ad Interim KBRI Bratislava mengungkapkan bahwa diaspora memiliki tugas penting untuk membantu perkembangan kuliner Indonesia. Secara umum, diaspora Indonesia adalah kumpulan orang Indonesia yang menetap di negara lain karena berbagai alasan.
"Tapi lebih luas, diaspora sebenarnya bukan hanya orang Indonesia yang menetap di luar negeri, tapi juga orang luar negeri yang cinta pada makanan dan budaya Indonesia."
Orang-orang Indonesia di luar negeri memang bisa jadi tonggak utama untuk bisa memperkenalkan kuliner lebih luas dan dengan cara yang lebih ‘luwes.’ Misalnya dengan mengikuti bazar makanan Indonesia, ‘pesta kebun’ dengan menghadirkan makanan Indonesia bersama teman-teman, dan lainnya.
Detty Janssen, salah seorang warga negara Indonesia yang berdomisili di Belanda adalah salah satu bagian diaspora yang rajin mempromosikan kuliner Indonesia di Eropa. Hal ini dilakukan atas dasar kecintaannya pada kuliner Indonesia.
“Selama hampir 13 tahun saya tinggal di Belanda, saya rindu sama makanan Indonesia. Di Belanda, makanan Indonesia bisa dengan mudah ditemukan, tapi tidak dengan negara Eropa lainnya,” katanya kepada CNNIndonesia.com beberapa waktu lalu.
Tak ingin hanya ‘menuntut’ pemerintah dan KBRI setempat untuk lebih fokus pada pengenalan kuliner Indonesia, Detty memutuskan untuk mengambil sikap dan memperkenalkan kuliner Indonesia bersama orang-orang Indonesia lainnya.
“Awalnya, agak gemas dengan pemerintah sebenarnya, karena sering ‘salah sasaran.’ Saat acara kuliner, yang diundang hanya orang yang itu-itu saja, dan kebanyakan orang Indonesia di luar negeri,” katanya.
“Boleh sih undang orang Indonesia untuk kangen-kangenan sama makanan Indonesia, tapi harusnya promosi dan perkenalan itu harusnya dilakukan ke orang lokal negara tersebut.”
Bukan cuma orang Indonesia di luar negeri saja yang punya keinginan untuk memopulerkan makanan Indonesia di dunia. Warga-warga Eropa yang jatuh cinta dengan makanan Indonesia pun punya keinginan agar makanan tersebut tersedia di negaranya.
Leon Keekstra, seorang warga negara Belanda yang jatuh cinta dengan makanan Indonesia adalah salah satu orang yang tergolong aktif untuk mempromosikan kuliner Indonesia di Eropa lewat kegiatan-kegiatannya.
“Saya suka makanan Indonesia, karena saya lama tinggal di Filipina dan juga makan makanan Indonesia,” kata Leon kepada CNNIndonesia.com beberapa waktu lalu.
Namun kecintaan Leon dan keinginannya untuk terus mencicipinya saat ada di Eropa juga didasari karena ibu dan neneknya adalah orang asli Indonesia.
“Waktu kecil, saya makan makanan Indonesia dua minggu sekali. Apalagi ibu saya pintar masak makanan Indonesia,” ucapnya.
“Saya mau makan kalau ibu saya masak masakan Indonesia. Pokoknya kalau ada bau terasi, meski baunya tidak enak, tapi dari situ saya tahu ibu masak makanan Indonesia. Saya tidak mau masuk dapur kalau tidak ada bau terasi.”
Rasa rindu dengan makanan Indonesia ini membuat Leon akhirnya memutuskan untuk berpartisipasi dalam beragam ajang kebudayaan dan promosi kuliner Indonesia.
“Goal saya sendiri adalah untuk bisa memperkenalkan makanan Indonesia.”
Selain Leon, Guido Leurs yang juga warga negara Belanda yang juga kerap ikut serta dalam promosi kuliner Indonesia, mengaku suka dengan makanan Indonesia karena kerinduan pada ibunya.
“Saya juga separuh Indonesia, tapi sejak lahir tinggal di Belanda,” katanya kepada CNNIndonesia.com.
Rawon, makanan khas Jawa Timuran menjadi sebuah titik kerinduan pada ibunya. Dia tak kuasa menahan air matanya ketika kembali mencicipi empuknya daging sapi berkuah hitam dari kluwek ini.
“Makanan ini mengingatkan saya pada ibu saya yang sudah meninggal tiga tahun lalu. Ibu sangat sering masak ini. Dan setiap makan masakan Indonesia saya ingat dan makin cinta makanan Indonesia.”
Meskipun punya alasan yang berbeda soal makanan Indonesia, namun setidaknya alasan ini menyatukan visi dan misi untuk bisa lebih menduniakan kuliner Indonesia di negara lain.
Hanya saja, meski akhirnya bekerja secara mandiri untuk memperkenalkan makanan Indonesia di Eropa, bantuan dari KBRI masih sangat dibutuhkan. Tantangan demi tantangan pun masih kerap dialaminya.
“Kalau tidak ada koneksi masih susah untuk menembusnya,” katanya.
“Ganti pejabat ganti kebijakan. Ini yang membuat kadang depresi.”
Ketiganya sepakat, sekalipun tak duduk di jajaran pemerintahan Indonesia, warga biasa maupun mahasiswa juga bisa membantu perkembangan kuliner Indonesia.
Fajar, salah satu mahasiswa di Praha juga mengungkapkan kalau dirinya kerap ikut berbagai bazar kuliner di negara tersebut.
“Pernah jualan pempek, bakso, somay, sampai bakwan. Tapi di sini yang paling laku adalah bakwan. Bisa habis 400 buah bakwan sekali sehari jualan,” ucapnya kepada CNNIndonesia.com.
“Selain memperkenalkan makanan Indonesia ke orang Praha, bisa mengobati kangen juga sama makanannya, dan bisa tambah uang saku juga.”(sumber: CNN Indonesia)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar